Jumat, 18 Oktober 2013

analisis semiotik


ANALISIS SEMIOTIK SAJAK “BEGITU ENGKAU BERSUJUD” KARYA EMHA AINUN NAJIB
A.    Parafrase
Bait pertama mengungkapkan bahwa begitu kita bersujud, yang dimaksud bersujud di sini adalah shalat, maka kita telah mendirikan sebuah masjid. Jadi jika kita berkali-kali melakukan shalat berarti sudah berapa banyak kita mendirikan masjid? Tentu sangat banyak dan tak terbilang jumlahnya. Sehingga kita mencapai alam makrifat. Jika kita telah mencapai alam makrifat berarti kita telah menjadi kekasih Allah SWT.
Bait ke dua Tidak hanya dalam masjid saja kita melakukan shalat, akan tetapi di manapun kita melakukan shalat berarti tempat yang kita gunakan untuk shalat seketika menjadi sebuah masjid. Pada bait ke dua ini pengarang mengajak kita untuk menyalurkan harta kita kepada orang yang membutuhkan. Karena sesungguhnya sebagian dari harta kita merupkan harta hak mereka.
jika kita mau menggunakan semua ruh dan tubuh hanya untuk Allah maka, itu sama artinya kita telah melebur dengan Allah.  Menjalankan semua yang diperintahkan/ yang disukai Allah dan menjauhi segala larangan Allah/ yang dibenci Allah. Istilahnya adalah bertaqwa kepada Allah. Dengan taqwa maka kita akan mencapai apa yang digambarkan Emha melalui bait ke tiga.
Bait terakhir sebenarnya hanya kesimpulan bait-bait sebelumnya yaitu bagaimana seharusnya sikap kita terhadap Allah SWT.
B.     Sistem Pertandaan
Imajinasi kita ketika membaca dan menikmati sajak “Begitu Engkau Bersujud” karya Emha Ainun Najib mampu membawa kita menuju ke sebuah bayangan ketika kita melakukan ibadah yaitu sembahyang (shalat). Dengan sembahyang tersebut kita melakukannya salah satu rukunnya yaitu bersujud.
Simbol kata “sujud” menurut KBBI berarti berlutut serta meletakkan dahi ke lantai (missal ketika shalat. secara harfiah kata “sujud” berarti kita merendahkan kepala kita sampai menyentuh tanah. Selanjutnya symbol “kepala” pada tubuh kita merupakan bagian yang terhormat dan sangat terjaga. Maka dengan bersujud berarti kita benar-benar meletakkan keakuan dan harga diri kita di depan sang pencipta. Dengan begitu kita meninggikan derajad Allah SWT. Yang memang Maha tinggi. Pada puisi Ainun Najib ini sujud dihubungkan dengan masjid,seperti pada kutipan berikut ini.
Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang
yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa sesungguhnya tidak hanya masjid yang sesungguhnya (tempat ibadah orang islam) yang disebut sebagai masjid namun setiap tempat yang digunakan untuk bersujud oleh orang islam dinamakan sebagai “masjid”. terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid, menggambarkan suatu yang abstrak seperti tempat sujud semakin nyata yaitu kata masjid. Setiap kali kita bersujud maka kita membangunn kebaikan untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Masjid nantinya akan menjadi sumber untuk kita mendapatkan pahala sekaligus tempat untuk berteduh dan untuk berlindung.
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Maksudnya jika kita menyempatkan sekali saja bersujud kepada Allah SWT. Maka sama saja kita telah membangun sebuah rumah Allah. Maka dapat dibayangkan jika kita melakukan berkali-kali betapa banyak masjid yang telah kita bangun. Masjid yang dapat meneduhkan rumah kita sekaligus pahala kita yang berlipat ganda.
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Memasuki alam makrifat adalah symbol bahwa memasuki alam yang berarti menjadi kekasih Allah SWT. Dia mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain danmenyadari apa yang orang lain tak menyadari.
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Symbol “harta” meliputi kekayaan dan ilmu. Karena sesungguhnya terdapat harta orang fakir dalam kekayaann yang kita miliki, dengan demikian dalam puisi tersebut pengarang mengajak kita untuk membagi harta yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan.
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
Symbol “setiap butir beras” yang diberikan kepada orang membutuhkan maka akan menjadi pahala sebesar satu rekaat orang yang melakukan sembahyang shalat. Symbol “air” menandakan bahwa suatu kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat yang dialirkan kepada orang lain maka orang pun akan terbbawa kep-ada kebaikan seperti halnya lahir menjadi kumandang adzan.
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Dari untaian bait diatas, Ainun Najib menuturkan jika kita mau menggunakan semua ruh dan tubuh hanya untuk Allah maka, itu sama artinya kita telah melebur dengan Allah.  Menjalankan semua yang diperintahkan/ yang disukai Allah dan menjauhi segala larangan Allah/ yang dibenci Allah. Istilahnya adalah bertaqwa kepada Allah. Dengan taqwa maka kita akan mencapai apa yang digambarkan Emha melalui bait sajak diatas.
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
Bait terakhir dalam sajak ini merupakan kesimpulan dari ide bait-bait sebelumnya tentang bagaimana berprilaku kepada Allah. Dalam bait ini digambarkan bahwa “menjadilah Engkau masjid”.
Dalam puisinya yang lain, seperti sajak “Seribu Masjid Satu Jumlahnya” Emha pun mengatakan bahwa, jasad dan ruh manusia adalah masjid. Mari cermati penggalan sajak “Seribu Masjid Satu Jumlahnya” berikut ini:
Masjid itu dua macamnya
 Satu ruh, lainnya badan
 Satu di atas tanah berdiri
 Lainnya bersemayam di hati

Tak boleh hilang salah satunya
 Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
 Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
 Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Sajak di atas semakin mengimplisitkan bahwa manusia yang di dalamnya terdapat unsur ruh dan jasad, pada hakikatnya adalah sebuah masjid. Maka disini kita menjadi masjid “menjadilah engkau masjid” berarti jiwa dan raga kita dengan bersama-sama telah bersujud dan tunduk kepada Allah SWT.
C.     Gaya Bahasa
Metafora “sajadah kemuliaan” mengiaskan jalan menuju tuhan. Ini akan menjadi petunjuk jika kita mau bersedekah, membagi harta kepada sesama dengan mengharap ridho tuhan. ”Harta” disini meliputi kekayaan yang berbentuk harta dan ilmu. Karna sesungguhnya “terdapat harta orang fakir dalam kekayaan yang kita miliki” dan dalam hal ilmu, Emha mengajak kita membagi ilmu kita kepada orang lain.
D.    Sarana Retorika
1.      Sarana Retorika Enumerasi
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud,
sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid.
penggalan puisi tersebut merupakan sarana retorika enumerasi. keadaan dipecah/dipenggal untuk memperjelas hal tersebut kepada pembaca.
2.      Pleonasme

Tak terbilang jumlahnya,
 menara masjidmu meninggi, menembus langit,
memasuki alam makrifat
meninggi, menembus langit, kata yang pertama sebenarnya sudah tersimpul dalam kata kedua yaitu meninggi. Sebenarnya jika menembus langit tidak disertakan, pembaca sudah tahu maksudnya.
E.     Pencitraan
1.      Citra Visual
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Menara masjidmu meninggi, menembus langit, merupakan citra penglihatan atau visual karena dengan membaca penggalan puisi tersebut seolah-olah kita melihat sebuah masjid yang menaranya meninggi.
2.      Citra Pendengaran
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang
suara adzan
Kumandang suara adzan di sini merupakan citra suara yang merangsang pendengaran kita sehingga dipergunakan citra pendengaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar