ANALISIS
SEMIOTIK SAJAK “BEGITU ENGKAU BERSUJUD” KARYA EMHA AINUN NAJIB
A.
Parafrase
Bait
pertama mengungkapkan bahwa begitu kita bersujud, yang dimaksud bersujud di
sini adalah shalat, maka kita telah mendirikan sebuah masjid. Jadi jika kita
berkali-kali melakukan shalat berarti sudah berapa banyak kita mendirikan
masjid? Tentu sangat banyak dan tak terbilang jumlahnya. Sehingga kita mencapai
alam makrifat. Jika kita telah mencapai alam makrifat berarti kita telah
menjadi kekasih Allah SWT.
Bait
ke dua Tidak hanya dalam masjid saja kita melakukan shalat, akan tetapi di manapun
kita melakukan shalat berarti tempat yang kita gunakan untuk shalat seketika
menjadi sebuah masjid. Pada bait ke dua ini pengarang mengajak kita untuk
menyalurkan harta kita kepada orang yang membutuhkan. Karena sesungguhnya
sebagian dari harta kita merupkan harta hak mereka.
jika
kita mau menggunakan semua ruh dan tubuh hanya untuk Allah maka, itu sama
artinya kita telah melebur dengan Allah. Menjalankan semua yang
diperintahkan/ yang disukai Allah dan menjauhi segala larangan Allah/ yang
dibenci Allah. Istilahnya adalah bertaqwa kepada Allah. Dengan taqwa maka kita
akan mencapai apa yang digambarkan Emha melalui bait ke tiga.
Bait terakhir
sebenarnya hanya kesimpulan bait-bait sebelumnya yaitu bagaimana seharusnya
sikap kita terhadap Allah SWT.
B. Sistem
Pertandaan
Imajinasi
kita ketika membaca dan menikmati sajak “Begitu Engkau Bersujud” karya Emha
Ainun Najib mampu membawa kita menuju ke sebuah bayangan ketika kita melakukan
ibadah yaitu sembahyang (shalat). Dengan sembahyang tersebut kita melakukannya
salah satu rukunnya yaitu bersujud.
Simbol
kata “sujud” menurut KBBI berarti berlutut serta meletakkan dahi ke lantai
(missal ketika shalat. secara harfiah kata “sujud” berarti kita merendahkan
kepala kita sampai menyentuh tanah. Selanjutnya symbol “kepala” pada tubuh kita
merupakan bagian yang terhormat dan sangat terjaga. Maka dengan bersujud
berarti kita benar-benar meletakkan keakuan dan harga diri kita di depan sang
pencipta. Dengan begitu kita meninggikan derajad Allah SWT. Yang memang Maha
tinggi. Pada puisi Ainun Najib ini sujud dihubungkan dengan masjid,seperti pada
kutipan berikut ini.
Begitu
engakau bersujud, terbangunlah ruang
yang
kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Maksud
dari kutipan tersebut adalah bahwa sesungguhnya tidak hanya masjid yang
sesungguhnya (tempat ibadah orang islam) yang disebut sebagai masjid namun
setiap tempat yang digunakan untuk bersujud oleh orang islam dinamakan sebagai
“masjid”. terbangunlah ruang yang kau
tempati itu menjadi sebuah masjid, menggambarkan suatu yang abstrak seperti
tempat sujud semakin nyata yaitu kata masjid. Setiap kali kita bersujud maka
kita membangunn kebaikan untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain.
Masjid nantinya akan menjadi sumber untuk kita mendapatkan pahala sekaligus
tempat untuk berteduh dan untuk berlindung.
Setiap
kali engkau bersujud, setiap kali
pula
telah engkau dirikan masjid
Wahai,
betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah
kau bengun selama hidupmu?
Maksudnya
jika kita menyempatkan sekali saja bersujud kepada Allah SWT. Maka sama saja
kita telah membangun sebuah rumah Allah. Maka dapat dibayangkan jika kita
melakukan berkali-kali betapa banyak masjid yang telah kita bangun. Masjid yang
dapat meneduhkan rumah kita sekaligus pahala kita yang berlipat ganda.
Tak terbilang
jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Memasuki
alam makrifat adalah symbol bahwa memasuki alam yang berarti menjadi kekasih
Allah SWT. Dia mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain danmenyadari apa
yang orang lain tak menyadari.
Setiap lembar
rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Symbol
“harta” meliputi kekayaan dan ilmu. Karena sesungguhnya terdapat harta orang fakir dalam kekayaann yang kita miliki, dengan
demikian dalam puisi tersebut pengarang mengajak kita untuk membagi harta yang
kita miliki kepada orang yang membutuhkan.
Setiap butir
beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
Symbol
“setiap butir beras” yang diberikan kepada orang membutuhkan maka akan menjadi
pahala sebesar satu rekaat orang yang melakukan sembahyang shalat. Symbol “air”
menandakan bahwa suatu kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat yang dialirkan
kepada orang lain maka orang pun akan terbbawa kep-ada kebaikan seperti halnya lahir menjadi kumandang adzan.
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Dari
untaian bait diatas, Ainun Najib menuturkan jika kita mau menggunakan semua ruh
dan tubuh hanya untuk Allah maka, itu sama artinya kita telah melebur dengan
Allah. Menjalankan semua yang diperintahkan/ yang disukai Allah dan
menjauhi segala larangan Allah/ yang dibenci Allah. Istilahnya adalah bertaqwa
kepada Allah. Dengan taqwa maka kita akan mencapai apa yang digambarkan Emha
melalui bait sajak diatas.
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
Bait
terakhir dalam sajak ini merupakan kesimpulan dari ide bait-bait sebelumnya
tentang bagaimana berprilaku kepada Allah. Dalam bait ini digambarkan bahwa “menjadilah
Engkau masjid”.
Dalam
puisinya yang lain, seperti sajak “Seribu Masjid Satu Jumlahnya” Emha pun
mengatakan bahwa, jasad dan ruh manusia adalah masjid. Mari cermati penggalan
sajak “Seribu Masjid Satu Jumlahnya” berikut ini:
Masjid itu
dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh
hilang salah satunya
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
…
Sajak
di atas semakin mengimplisitkan bahwa manusia yang di dalamnya terdapat unsur
ruh dan jasad, pada hakikatnya adalah sebuah masjid. Maka disini kita menjadi
masjid “menjadilah engkau masjid” berarti jiwa dan raga kita dengan
bersama-sama telah bersujud dan tunduk kepada Allah SWT.
C. Gaya Bahasa
Metafora
“sajadah kemuliaan” mengiaskan jalan menuju tuhan. Ini akan menjadi
petunjuk jika kita mau bersedekah, membagi harta kepada sesama dengan mengharap
ridho tuhan. ”Harta” disini meliputi kekayaan yang berbentuk harta dan ilmu.
Karna sesungguhnya “terdapat harta orang fakir dalam kekayaan yang kita
miliki” dan dalam hal ilmu, Emha mengajak kita membagi ilmu kita kepada
orang lain.
D. Sarana Retorika
1. Sarana Retorika
Enumerasi
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud,
sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid.
penggalan
puisi tersebut merupakan sarana retorika enumerasi. keadaan dipecah/dipenggal
untuk memperjelas hal tersebut kepada pembaca.
2. Pleonasme
Tak terbilang jumlahnya,
Tak terbilang jumlahnya,
menara masjidmu meninggi, menembus langit,
memasuki
alam makrifat
meninggi,
menembus langit, kata yang pertama sebenarnya sudah tersimpul dalam kata kedua
yaitu meninggi. Sebenarnya jika menembus langit tidak disertakan, pembaca sudah
tahu maksudnya.
E. Pencitraan
1. Citra Visual
Tak
terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi,
menembus langit, memasuki
alam
makrifat
Menara
masjidmu meninggi, menembus langit, merupakan citra penglihatan atau visual
karena dengan membaca penggalan puisi tersebut seolah-olah kita melihat sebuah
masjid yang menaranya meninggi.
2. Citra
Pendengaran
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang
suara adzan
Kumandang
suara adzan di sini merupakan citra suara yang merangsang pendengaran kita
sehingga dipergunakan citra pendengaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar